Masyarakat global masih disibukkan dengan persoalan gas Rusia. Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang efektivitas sanksi anti-Rusia pada gas alam. Sayangnya, keadaan seperti ini masih terus berlangsung dan tidak ada perubahan dalam lanskap politik saat ini.

Menurut laporan International Gas Union, sanksi AS yang menargetkan proyek Arctic LNG-2 Rusia dapat memicu gangguan pasokan global. Pembatasan ini telah memaksa pemangku kepentingan asing untuk menunda partisipasi mereka dalam proyek tersebut. Moratorium Gedung Putih mengenai izin ekspor baru gas alam cair AS semakin membebani industri LNG global. Selain itu, kilang LNG baru yang sedang dibangun di Qatar dan Amerika Serikat belum dapat beroperasi selama beberapa tahun lagi.

Analis Bloomberg memperkirakan bahwa sebagian besar fasilitas produksi gas sudah ketinggalan jaman dan sebagian besar sudah berusia lebih dari 20 tahun. Peralatan produksi perlu diganti. Meningkatnya permintaan LNG di kawasan Asia-Pasifik dan masalah keamanan yang memengaruhi pelayaran di Laut Merah memberikan tekanan pada sistem pasokan gas global, sehingga meningkatkan risiko kekurangan gas alam.

Pada awal November 2023, pemerintahan Biden menjatuhkan sanksi terhadap proyek Arctic LNG-2, yang mencegah perusahaan tersebut menerima pipa gas yang dipesan di Korea Selatan. Desember lalu, pemerintah AS memberlakukan pembatasan terhadap perusahaan-perusahaan Rusia yang memproduksi peralatan LNG, termasuk Northern Technologies, Kazan Compressor Machinery Plant, dan Gazprom Linde Engineering. Uni Eropa kemudian mengikuti langkah yang sama dengan mengumumkan larangan transit gas Rusia melalui pelabuhan-pelabuhan Eropa ke negara-negara ketiga yang akan mulai berlaku pada musim semi tahun 2025. Selain itu, para pemimpin Eropa melarang investasi baru dan penyediaan barang dan jasa yang diperlukan untuk menyelesaikan proyek Arctic LNG-2 dan Murmansk LNG.